Apakah Anak dengan Autisme Perlu Masuk Sekolah? Panduan Lengkap untuk Orang Tua
Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, termasuk anak dengan Autisme. Di tengah berbagai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, banyak orang tua bertanya: “Apakah anak dengan Autisme perlu masuk sekolah?”
Jawabannya adalah ya, anak dengan Autisme tetap membutuhkan pendidikan. Namun, bentuk dan metode pendidikannya bisa berbeda, tergantung pada kondisi, tahap perkembangan, dan kebutuhan anak. Memilih sekolah untuk anak dengan Autisme harus dilakukan dengan hati-hati agar hasilnya optimal.
Mencari sekolah: sulit atau mudah?
Sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar secara akademik. Bagi anak dengan autisme, sekolah juga merupakan tempat untuk mengembangkan keterampilan sosial, belajar berinteraksi, dan membangun kepercayaan diri. Meskipun anak dengan Autisme menghadapi tantangan lebih besar, pengalaman belajar di sekolah tetap menjadi bagian penting dari perkembangan mereka.
Namun, memilih sekolah untuk anak dengan Autisme bukanlah hal yang mudah. Banyak anak membutuhkan pendekatan khusus agar proses belajar mereka berjalan efektif. Beberapa kebutuhan umum antara lain:
- Ruang khusus jika mengalami tantrum.
- Kebutuhan akan shadow teacher.
- Guru yang paham soal Autisme dan gaya belajar mereka.
- Program yang terindividualisasi.
Sayangnya, tidak semua sekolah mampu mengakomodasi kebutuhan anak dengan Autisme. Studi menunjukkan bahwa kegagalan sekolah dalam memenuhi kebutuhan anak dan pendekatan staf yang tidak tepat sering menjadi penyebab kemunduran perilaku dan kesehatan mental anak, bahkan hingga menyebabkan mereka dikeluarkan dari sekolah.[1]
Kriteria sekolah yang tepat
Agar anak dengan autisme bisa belajar secara optimal, berikut beberapa kriteria sekolah yang ideal:[2]
- Sekolah dan para pengajar memiliki semangat dan kepercayaan bahwa setiap anak mampu belajar (menganggap kecerdasan).
- Sekolah memiliki pengetahuan yang memadai tentang Autisme.
- Para guru di sekolah tersebut memiliki pengetahuan yang memadai tentang pendidikan anak dengan Autisme di mana para guru mendapatkan pelatihan secara berkala.
- Ruang kelas sebaiknya tidak berisik, tidak banyak gambar di dinding.
- Sekolah dan guru memiliki semangat untuk menerima saran dari orang tua dan para ahli di luar sekolah.
- Jumlah murid di dalam kelas tidak terlalu banyak.
- Sekolah dan guru mengutamakan kepentingan, kebutuhan dan kemampuan anak di atas target kriteria.
Selain kriteria-kriteria sekolah tersebut, orang tua perlu mengetahui dengan pasti dua hal ini:
- Tujuan pendidikan anak
- Tahap perkembangan anak
Baca juga: 7 Tahapan Kemandirian Anak dengan Autisme: Panduan Lengkap untuk Orang Tua
Dua hal tersebut saling terkait, sehingga akan mempengaruhi pemilihan sekolah kita. Sebaiknya orang tua jangan terburu-buru memasukkan anak ke lembaga pendidikan formal. Pastikan terlebih dahulu bahwa anak setidaknya sudah menguasai 8 kemandirian dasar. Selain itu, orang tua juga harus yakin anaknya sudah mampu menguasai keterampilan sosial dasar, seperti mengucapkan salam, mengantri, dan lain sebagainya.[3]
Jenis sekolah untuk anak dengan Autisme
Ada beberapa opsi sekolah yang bisa dipertimbangkan:
- Sekolah umum: anak belajar bersama teman-teman sebaya dengan atau tanpa kebutuhan khusus. Ideal jika anak memiliki kemampuan komunikasi dan sosial yang cukup memadai, atau dengan bantuan shadow teacher.
- Sekolah inklusi: memberikan kesempatan kepada semua anak, termasuk anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme, untuk belajar bersama-sama dalam satu lingkungan pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya.
- Homeschooling: beberapa orang tua memilih untuk mendidik anaknya di rumah dengan pendekatan yang sangat personal dan fleksibel. Metode ini bisa berhasil dengan dukungan profesional dan program yang terencana.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Sekolah Umum, Sekolah Inklusi, dan Homeschooling
Tidak ada satu jawaban yang benar untuk semua anak. Yang penting adalah mengevaluasi kemampuan, tantangan, dan minat anak, lalu mencari lingkungan belajar yang bisa menumbuhkan potensi mereka secara maksimal.
Pentingnya kolaborasi guru dan orang tua
Apapun pilihan sekolahnya, kolaborasi antara orang tua dan guru sangat penting. Mereka perlu menjalin hubungan dua arah yang mutual dan komunikatif.
Dalam sebuah studi, orang tua tidak akan merasa puas dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pendidikan apabila guru tidak membangun hubungan positif dengan orang tua.[4]
Oleh karena itu, hubungan antara guru dan orang tua harus dikembangkan. Ada salah satu orang tua yang bahkan memberi catatan lengkap tentang perkembangan anaknya. Hal ini memudahkan guru untuk bisa memberikan intervensi yang tepat kepada Ananda.
Dukungan kepada anak menjadi lebih efektif ketika semua pihak bekerja sama, saling menghargai pengetahuan dan pengalaman masing-masing, serta mau belajar dan berbagi dengan anggota tim lainnya.[5]
Kesimpulan
Pendidikan tetap penting bagi anak dengan Autisme. Namun, memilih sekolah untuk anak dengan Autisme perlu mempertimbangkan kesiapan anak, tujuan pendidikan, serta dukungan yang tersedia di sekolah. Dengan memilih sekolah yang tepat dan membangun kolaborasi erat antara guru, orang tua, dan profesional lainnya, anak dengan autisme dapat belajar dan berkembang sesuai potensi terbaiknya.
[1] Brede, J., Remington, A., Kenny, L., Warren, K., & Pellicano, E. (2017). Excluded from school: Autistic students’ experiences of school exclusion and subsequent re-integration into school. Autism & Developmental Language Impairments, 2. https://doi.org/10.1177/2396941517737511
[2] Pamoedji, G. (2010). 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme.
[3] Ibid
[4] Kurth, J. A., Love, H., & Pirtle, J. (2019). Parent perspectives of their involvement in IEP development for children with autism. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities, 35(1), 36–46. https://doi.org/10.1177/1088357619842858
[5] Vlcek, S., Somerton, M., & Rayner, C. (2020). Collaborative teams: teachers, parents, and allied health professionals supporting students with autism spectrum disorder in mainstream Australian schools. Australasian Journal of Special and Inclusive Education, 44(2), 102–115. https://doi.org/10.1017/jsi.2020.11