• 0813-8074-1898
  • yayasanmpati@gmail.com
  • Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Dukungan
Tantangan dari Keluarga Besar Anak dengan Autisme

Tantangan dari Keluarga Besar Anak dengan Autisme

Mengasuh anak dengan autisme tentu memberikan tantangan tersendiri bagi para orang tua. Selain harus membangun komunikasi yang baik dan berbagi peran, tak jarang orang tua kerap dihadapkan dengan berbagai pertanyaan, respon, hingga komentar dari sekelilingnya, termasuk dari keluarga besar. Lalu, bagaimana sebaiknya orang tua menyikapi hal tersebut sebagai sebuah keseharian?

Daftar Isi

Menghadapi Keluarga Besar: Respon, Tantangan, dan Pengertian yang Harus Diberikan

1. Komunikasi Orang Tua adalah Pondasi

Ayah: “Aku sudah lelah bekerja seharian, kamu enak hanya di rumah dan mengurus anak”

Ibu: “Aku berusaha mati-matian memahami dan mengurus anak, kamu enak bisa seharian berada di luar tanpa merasakan tekanannya”

Para orang tua sering dihadapkan dengan kondisi seperti di atas. Ayah dan ibu tentu akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak, namun tidak selalu dapat berjalan beriringan. Konflik kerap berawal dari asumsi-asumsi yang muncul perihal “sudah mengerjakan tugas masing-masing” yang lama-kelamaan menjadi saling hitung-hitungan. Padahal, yang harus ditanamkan adalah tidak ada yang mengerjakan/mengusahakan lebih, semua berusaha dengan maksimal dan harus membantu satu sama lain. Persepsi dan prinsip sebagai orang tua harus merupakan buah pikir ayah dan ibu sebagai satu kesatuan, agar nantinya dapat meminimalisir perdebatan dan kontra serta tidak berlawanan arah atau sibuk berjalan sendiri-sendiri.

Maka dari itu, benar adanya bahwa membangun komunikasi melalui diskusi merupakan pondasi utama untuk menyatukan pikiran. Terkadang, dalam proses pencarian jalan tengah persepsi pro dan kontra memang harus dilalui terlebih dahulu seperti kutipan menarik di bawah ini.

~ Ego dengan ego harus bertemu sehingga kita dapat mengetahui apa yang diharapkan oleh pasangan dan apa yang kita harapkan dari pasangan ~

2. Family = Teamwork 

anak-anda-meniru-anda

Menerima kondisi anak dengan diagnosis yang dimilikinya terasa seperti naik roller coaster. Orang tua harus menghadapi bermacam dampak dan perasaan yang bercampur dalam dirinya. Terlebih beban Ayah dan Ibu sebagai orang tua dengan perannya masing-masing juga memberikan tekanan tertentu. Seperti ayah yang disisi lain harus mencari nafkah dan ibu yang juga harus mengurus rumah dan dapat berlaku sebaliknya. Tidak menutup kemungkinan konflik internal antara ayah dan ibu terjadi karena kurangnya waktu untuk menyampaikan keluh kesah maupun menyamakan persepsi satu dengan lainnya. Jika kondisi ini tidak terselesaikan, dan ada konflik internal antara pengasuhan dan relasi bapak dan ibu, tentunya hal tersebut akan mempengaruhi pengasuhan sehari-hari kepada anak.

Mungkin ini terdengar klise, namun dengan adanya pondasi melalui komunikasi maupun penyatuan persepsi dapat mendatangkan kekuatan sehingga segala sesuatu dapat dihadapi dan dilalui berdua. Paradigma yang awalnya terbangun “berat sebelah” akan berubah menjadi sebuah pepatah yang sering kita dengar “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Ketika ayah berperan sebagai Nahkoda, ibu berperan sebagai kompas penunjuk arah. Sebagai makhluk sosial, individu memang membutuhkan individu lain. Sesederhana membagi tugas untuk “belajar” memahami anak. Ketika Ibu membaca teori A, B, dan C, Ayah mengambil bagian pada teori D, E, dan F. Satu dengan yang lain merit berproses untuk terus membangun dan bekerja bersama-sama sebagai sebuah tim.

3. Parenting  is A Lifetime Challenge 

Layanan-Kami-mpati

Mengasuh anak dengan autisme merupakan perjalanan yang penuh tantangan. Perjalanan tidak akan bisa dilewati dari satu titik ke titik lain apabila ayah dan ibu tidak berkembang dan mencoba untuk bergerak bersama. Disaat ingin mengasuh dan membahagiakan anak, tentu bahagia tersebut seharusnya sudah dirasakan terlebih dahulu oleh orang tua. Layaknya kendali, orang tua harus paham betul apa yang dibutuhkan dan dirasakan. Sehingga kerap timbul pertanyaan “Apakah aku sudah menerima anakku apa adanya?”. Maka dari itu, orang tua dapat menerapkan tiga hal sederhana:  

  • Pertama, menyadari kondisi saat ini.  Menyadari setiap proses, perkembangan anak, dan momen kebersamaan dengan anak. 
  • Kedua, menikmati segala hal baik yang dapat dirasakan, meskipun hanya sedikit dan rasanya sulit untuk dirasakan.
  • Ketiga, mengapresiasi. Apresiasi diri sendiri karena telah melakukan yang terbaik dan memberikan usaha semaksimal mungkin untuk anak. Jika anak menunjukkan perkembangan, berikan juga apresiasi dan tunjukkan cinta kepada anak (dengan memeluk, tersenyum hangat, mencium). 

Penerimaan merupakan sebuah proses yang berjalan setiap harinya. Meskipun hasil merupakan tujuan utama, namun kita harus berusaha menikmati dan mengapresiasi proses yang telah dilalui bersama. Dengan demikian, setiap proses akan bermakna dan orang tua akan selalu menyadari bahwa setiap usaha yang telah dilakukan adalah hal terbaik yang anak miliki.

4. Siklus Lingkungan

Kondisi autisme dan segala ciri khasnya kerap menarik perhatian lingkungan baik dari keluarga besar, teman, hingga tetangga sekitar. Terkadang banyak orang yang berusaha memberikan informasi, tanggapan, bahkan ikut memiliki ekspektasi tertentu pada perkembangan anak. Informasi yang diberikan tentu dapat ikut berperan membantu mendukung perkembangan anak, namun tidak jarang orang tua menjadi kewalahan dengan informasi dan tekanan yang diterima. Lalu, bagaimana sebaiknya sebagai orang tua menghadapi situasi tersebut?

Ada beberapa tips yang dapat orang tua terapkan untuk merangkul keluarga besar, antara lain:

Edukasi Secara Singkat

Memberi tahu garis besar atau poin-poin utama terkait pengetahuan anak dengan autisme. Bisa dengan menambah data yang sesuai dengan kondisi anak. Misal, anak tergolong ke dalam autisme nonverbal. Keluarga dapat dijelaskan dengan dukungan data seperti “sebagian besar anak dengan autisme merupakan autisme nonverbal, sehingga mereka memang lebih kesulitan atau membutuhkan waktu lebih lama dalam hal berbicara. Tidak sedikit juga anak-anak ini hingga dewasa, tetap tidak memiliki kemampuan berbicara, namun tetap dapat berkomunikasi kok”, dan sebagainya (yang disesuaikan dengan kondisi anak). 

Penjelasan ini tentu, tidak bisa diberikan hanya sekali atau dua kali. Berikan kesempatan dan waktu kepada keluarga atau kerabat, untuk mencerna, memahami hingga akhirnya menerima informasi. Ulangi informasi apabila dibutuhkan, atau berikan kesempatan pada mereka untuk bertanya.

Manage Expectation 

Setiap anggota keluarga atau orang terdekat pasti memiliki ekspektasi tinggi terhadap anak. Tidak jarang juga membandingkan dengan anak lainnya. Ekspektasi tinggi bisa terjadi karena keluarga maupun pihak eksternal lain belum memahami sepenuhnya gambaran orang tua maupun anak dengan kebutuhan khusus. Mereka tidak dapat membayangkan secara nyata bagaimana kondisi keseharian anak, perasaan orang tua, maupun usaha-usaha yang dibutuhkan untuk membantu anak berkembang. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwasannya, anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan perhatian dan dukungan yang khusus juga, dan tentu akan menunjukkan perbedaan apabila dibandingkan dengan perkembangan anak pada umumnya. Ekspektasi yang diberikan biasanya juga bersifat umum, seperti harapan anak bisa berkomunikasi, anak bisa memahami maksud orang lain, ataupun anak bisa melakukan hal layaknya anak lain pada umumnya. Padahal dibalik itu, ada banyak hal-hal kecil dan mendetail yang sulit dijelaskan secara verbal dan tak jarang sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. 

Maka dari itu, sebagai orang tua dengan anak spesial, kita harus kembali mengingatkan diri bahwa kita sebagai orang tua merupakan nahkodanya. Kita sebagai orang tua yang memiliki andil untuk menyamakan ekspektasi luar dengan ekspektasi kita dengan mengkomunikasikannya kepada keluarga. Dengan demikian, harapan orang lain tidak akan lebih besar dari harapan orang tua terhadap anak dan mereka dapat ikut merayakan kemajuan-kemajuan anak kita, sekecil apapun itu.

5. Make and Know Your Own Circle 

circle of influence

Salah satu tantangan orang tua dalam keseharian adalah ketika anak diajak untuk bepergian, bertemu sanak keluarga, pergi ke tempat umum, atau ke acara tertentu. Pertanyaan atau respon spontan dari lingkungan terkadang sulit untuk dihindari bahkan dijawab. Tidak jarang respon dari lingkungan sekitar juga cenderung menyakiti perasaan. Maka, orang tua harus terlebih dahulu mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi tak terduga. Persiapan dapat dilakukan dengan cara mengenali lingkungan kita terlebih dahulu dengan membuat suatu analogi lingkaran.  

~ Lingkaran yang dimaksud adalah siapa saja yang dapat tetap kita ajak untuk berekspektasi terhadap anak dan siapa saja yang siap kita kecewakan ~

Pada dasarnya kita tidak dapat memastikan bahwa harapan dan ekspektasi semua orang terhadap anak kita terpenuhi. Maka dari itu, kita harus dapat mengatur lingkaran orang terdekat terlebih dahulu. Sebagai contoh:

  • Lingkaran Pertama: Istri/Suami
  • Lingkaran Kedua: Anak dan saudara kandung
  • Lingkaran Ketiga: Orang Tua (nenek dan kakek)
  • Lingkaran Keempat: Keluarga Lain (Paman/Bibi/Sepupu)
  • Lingkaran Kelima: Keluarga Jauh 
  • Lingkaran Keenam: Teman/Tetangga/Kenalan Dekat 
  • Dan seterusnya

Dalam menentukan siapa di dalam lingkaran pertama hingga keenam juga tidak harus sesuai dengan kedekatan berdasarkan ikatan darah, karena sosok yang dianggap penting maupun berpengaruh dalam hidup individu dapat berasal dari kelompok primer termasuk keluarga terdekat dan pasangan romantis, hingga kelompok sekunder yang sifatnya lebih luas dan formal seperti teman dan relasi lainnya.

Terkadang orang tua yang sedang mengasuh anak dengan autisme sudah cukup kewalahan dengan segala informasi tentang pengasuhan anak serta berbagai target yang ingin mereka capai bersama anak. Terlebih, setiap harinya orang tua pasti mengusahakan segala cara mulai dari sekolah, terapi, pengobatan tambahan, dan lainnya untuk memfasilitasi perkembangan yang optimal untuk anak. Sebagai keluarga atau orang terdekat, menjadi pendengar adalah dukungan terbaik yang dapat kita berikan. Mendengar tanpa adanya sanggahan, mendengar tanpa adanya judgement, mendengar tanpa mengikutsertakan pandangan pribadi. 

Teruntuk semua orang tua yang hebat di luar sana, yang sedang berjuang bersama-sama, ingatlah bahwa kita harus berusaha keluar dari pemikiran harus menyenangkan orang lain, harus memastikan bahwa orang lain senang dengan kondisi anak kita, ataupun orang lain nyaman dengan anak kita. Mulailah berfokus pada hal yang paling penting dan utama, yakni perkembangan anak kita dan kebahagiaan kita sebagai individu dan orang tua yang hebat dan keren! 

Last but not least, teruntuk para keluarga, sahabat, serta relasi dari orang tua dengan anak autisme, ada kutipan kecil namun bermakna untuk kita..

~ Berusahalah untuk memahami bahwa orang tua (dari anak dengan Autisme)  pasti lebih tahu dan paham tentang kondisi anaknya; memahami dan menyadari bahwa usaha yang diberikan orang tua lebih besar dari siapapun; dan memahami bahwa ekspektasi orang tua terhadap anak pasti lebih besar dari ekspektasi siapapun di dunia ini ~

 

Sumber:  Webinar Cerita Keluarga MPATI: Anak dengan Autisme dalam Keluarga Besar dan Tantangannya, Bagaimana Cara Memberikan Pengertian kepada Keluarga.

Narasumber: The Bold Parents

Penulis Artikel: Vidary Wiakta Putri, Mahasiswa Psikologi

0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *