|

Memahami Respon Denial Orang Tua Terhadap Diagnosis Autisme

Autisme adalah kondisi yang kompleks dan sering kali menimbulkan berbagai reaksi emosional, terutama bagi orang tua yang baru menerima diagnosis anak. Salah satu reaksi yang paling umum adalah denial atau penolakan. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang denial dan stigma yang sering dialami oleh individu dengan Autisme dan keluarganya.

Denial dan beragam reaksinya

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon seseorang ketika mendengar diagnosis[1]:

  • Seberapa banyak yang diketahui tentang Autisme
  • Apakah pengetahuannya mutakhir atau berdasarkan stereotip yang sudah ketinggalan zaman
  • Seberapa dini atau terlambat diagnosis muncul
  • Seberapa banyak yang sudah mereka pahami tentang kekuatan dan tantangan
  • Apakah sudah mengakses dukungan untuk kebutuhan mereka (misalnya, di sekolah, di tempat kerja, dan di bidang perawatan kesehatan, termasuk perawatan kesehatan mental).

Peneliti menyatakan[2] bahwa ketidakpastian dan kurangnya pemahaman tentang Autisme sering kali menyebabkan perasaan negatif, yang menjadi hambatan dalam proses penyelesaian dan penerimaan.

Ketika mendengar diagnosis ini, banyak orang tua yang merasa takut, bingung, dan merasa dunianya hancur. Karena itu, masih banyak orang tua yang denial terhadap kondisi Autisme anak.

Ada beberapa kalimat yang sering diucapkan oleh orang tua yang denial[3], yaitu:

  • Kami takut
  • Tidak ada masa depan
  • Apa salah saya?
  • Kita tidak lagi tahan soal ini
  • Aku tidak bisa menangani ini
  • Ini hanyalah fase
  • Ini tidak seperti yang direncanakan
  • Tidak ada seorangpun dari keluarga saya menyandang Autisme
  • Aku tidak punya waktu untuk ini

Respon penolakan[4] lainnya adalah takut untuk mencari evaluasi atau diagnosis dari profesional. Orang tua yang denial berharap bahwa masalah tersebut akan teratasi dengan sendirinya. Selain itu, orang tua pun juga menyalahkan faktor luar seperti pola makan, disiplin, dan stres.

Pemikiran dan sikap tersebut merupakan bentuk penolakan yang sering muncul. Bahkan, ada beberapa orang tua yang tidak mau menghabiskan waktu dengan anaknya. Mereka takut tidak bisa membesarkan anaknya dengan baik. Pemikiran dan sikap tersebut berbahaya karena dapat menghambat anak mendapatkan akses dan dukungan yang dibutuhkan.

Stigma di masyarakat

Orang tua yang denial memiliki ketakutan akan stigma di masyarakat. Meskipun banyak informasi tentang Autisme sudah tersedia, stigma terhadap Autisme masih sangat kuat di masyarakat. Orang lain cenderung menilai anak-anak Autisme “nakal”, dan orang tua dianggap tidak kompeten mengurus anak.  

Sebuah studi menemukan[5], sekitar 86% orang tua berpikir bahwa masyarakat percaya jika anak dengan Autisme tidak bisa jadi teman yang baik. Lalu, masyarakat menganggap bahwa individu dengan Autisme memiliki penyakit mental (73,7%), berbahaya atau menjadi ancaman bagi orang lain (60,8%).

Stigma juga menyerang orang tua, terutama tingkat penerimaannya di lingkungan sosial. Sekitar 32% keluarga dikucilkan dari acara sosial, dan 40% mengisolasi diri dari teman dan keluarga.

Konsekuensi denial

Meskipun stigma di masyarakat masih kuat, tetapi orang tua tidak bisa terus-menerus dalam perasaan denial. Denial memiliki konsekuensi yang negatif, tidak hanya bagi anak, tetapi juga orang tua. Anak menjadi tidak berkembang, dan kesempatannya terlewat untuk mendapat dukungan yang tepat. Anak kesulitan untuk hidup di masyarakat, yang bisa berujung pada isolasi bagi anak. Keluarga

Bagi orang tua, denial membuat mereka akan terisolasi, sehingga menyulitkan orang tua mendapatkan akses dukungan emosional. Orang tua mungkin mengalami peningkatan stres dan kecemasan, saat mereka berjuang untuk mengatasi kebutuhan dan tantangan perilaku anak.

Kesimpulan

Denial dan stigma adalah dua tantangan besar yang dihadapi oleh individu dengan Autisme dan keluarganya. Memahami dan menerima diagnosis Autisme adalah langkah pertama menuju dukungan yang lebih baik. Dengan pendidikan yang tepat dan kesadaran di masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua individu, terlepas dari kondisi mereka. Mari kita bersama-sama mengurangi stigma, dan berikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan! Setiap langkah kecil menuju pemahaman yang lebih baik dapat membuat perbedaan yang besar dalam kehidupan anak-anak dengan Autisme.

Referensi

[1] National Autistic Society. (n.d.). How will I feel after receiving an autism diagnosis. https://www.autism.org.uk/advice-and-guidance/topics/diagnosis/after-diagnosis/how-will-i-feel-after-receiving-an-autism-diagnosi#Common%20reactions%20to%20receiving%20an%20autism%20diagnosis

[2] Naicker, V. V., Bury, S. M., & Hedley, D. (2023). Factors associated with parental resolution of a child’s autism diagnosis: A systematic review. Frontiers in Psychiatry, 13. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2022.1079371

[3] Aces. (2022, September 30). When denial helps. ACES Autism. https://blog.acesaba.com/aba/autism-diagnosis/

[4] Rudin, A. B. A. (2024, June 11). Breaking the Barrier: The Perils of Parental Denial in autism. Lotus Psychotherapy. https://www.lotuspsychotherapymy.com/post/breaking-the-barrier-the-perils-of-parental-denial-in-autism

[5] Kinnear, S. H., Link, B. G., Ballan, M. S., & Fischbach, R. L. (2015). Understanding the Experience of Stigma for Parents of Children with Autism Spectrum Disorder and the Role Stigma Plays in Families’ Lives. Journal of Autism and Developmental Disorders, 46(3), 942–953. https://doi.org/10.1007/s10803-015-2637-9

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *