5 Cara Mencegah Perilaku Menyakiti Diri Pada Anak dengan Autisme
Tidak sedikit para Ibu yang bingung sekaligus takut melihat anaknya melukai diri sendiri, misalnya membenturkan kepala. Perilaku ini disebut self-harm, yang mana dalam sebuah riset, 30% anak dengan Autisme melakukan ini[1].
Perilaku menyakiti diri bukan sekadar perilaku “nakal” atau “tidak patuh”. Anak menyakiti diri sendiri seringnya merupakan bentuk ekspresi tidak nyaman ataupun frustasi. Kalau dibiarkan, perilaku menyakiti diri dapat membahayakan anak. Karena itu, mari kita bahas lebih jauh tentang perilaku ini.
Kenapa anak menyakiti diri?
Setiap tindakan anak dengan Autisme, termasuk menyakiti diri, memiliki alasan yang harus kita ketahui. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa Ananda kita menyakiti diri.
- Gangguan pemrosesan sensori
Beberapa anak sangat peka terhadap suara, cahaya, sentuhan, atau bau tertentu. Saat rangsangan-rangsangan tersebut melebihi kapasitas penerimaan, anak akan menjadi tidak nyaman[2]. Namun, ada juga anak yang butuh stimulus sensori. Melukai diri menjadi cara baginya untuk merasakan sesuatu, entah sakit, perih, ataupun rasa lainnya[3].
- Kesulitan berkomunikasi
Penyebab lainnya adalah karena sulitnya berkomunikasi. Bayangkan kita tidak bisa mengatakan “Aku lapar” atau “Aku sakit.” Sulitnya mengutarakan perasaan membuat anak mencari cara lain agar dapat mengkomunikasikan perasaannya. Memukul kepala atau menggigit tangan menjadi bentuk komunikasi nonverbal dari ketidakmampuan berbicara[4].
- Perubahan rutinitas
Anak dengan Autisme perlu waktu untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan rutinitas. Perubahan sekecil apapun dapat membuat anak cemas. Perubahan kecil seperti jadwal berbeda, suara keras, atau situasi baru bisa membuat anak bingung dan cemas[5]. Ketika ia tidak mampu mengungkapkannya, menyakiti diri menjadi salah satu cara anak menenangkan diri dari stres yang ia tidak tahu bagaimana mengatasinya.
Langkah mitigasi perilaku menyakiti diri
Perilaku menyakiti diri berbahaya bagi anak. Walaupun anak tidak memiliki pikiran untuk bunuh diri[6], tetapi perilaku menyakiti diri bisa mengakibatkan cedera. Tentu saja kita cemas jika anak berperilaku seperti itu. Karena itu, ada 5 langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikosebelum perilaku menyakiti diri muncul.
- Kenali pola dan pemicu
Catatan perilaku anak dapat menjadi aset bagi orang tua dalam mitigasi perilaku menyakiti diri. Catatan orang tua menjadi track record tentang pola atau pemicu anak menyakiti diri, mulai dari waktu, tempat, maupun suasana[7].
- Ciptakan lingkungan aman
Pastikan ruang anak bebas dari benda keras atau tajam. Jika anak sering membenturkan kepala, gunakan bantalan lembut atau pelindung. Langkah ini bukan solusi utama, tapi bisa mencegah cedera serius.
- Ajarkan cara komunikasi alternatif
Perilaku diri bagi anak adalah bentuk komunikasi. Karena merupakan bentuk komunikasi, berarti ada cara komunikasi lain yang dapat orang tua ajarkan. Gunakan gambar, kartu visual, atau aplikasi komunikasi (PECS, AAC) agar anak bisa mengekspresikan keinginan tanpa frustrasi[8].
- Bangun rutinitas yang konsisten
Ayah dan Ibu perlu membangun rutinitas yang terstruktur dan diprediksi. Jadwal yang konsisten membantu mengurangi kecemasan dan perilaku ekstrem.
- Latih regulasi diri
Ajak anak belajar menenangkan diri dengan cara positif seperti menarik napas dalam, bermain dengan mainan sensorik, mendengarkan musik lembut, atau meremas bola stres.
Cara menangani perilaku menyakiti diri
Bagaimana jika perilaku menyakiti diri sudah terjadi? Berikut ini beberapa langkah penanganan yang orang tua dapat lakukan.
- Tetap tenang
Orang tua perlu mengontrol kadar kepanikannya. Kalau orang tua panik atau marah, energinya menular dan membuat anak makin stres. Bernapaslah dalam-dalam dan gunakan suara lembut untuk menenangkan.
- Pastikan keamanan anak
Keamanan anak dan orang sekitar menjadi yang utama. Jika ada benda berbahaya di sekitar, pindahkan anak ke ruangan yang tidak banyak benda tajam. Apabila diperlukan, orang tua dapat memeluk anak dari belakang dengan lembut. Jangan menahan terlalu kuat, cukup untuk memberikan rasa aman.
- Periksa kemungkinan nyeri
Kalau anak sudah menyakiti diri dalam beberapa waktu, periksa seluruh bagian badannya apakah ada tanda sakit di bagian tertentu. Jika perilaku menyakiti diri berulang di area sama, segera konsultasikan dengan dokter untuk menyingkirkan penyebab medis.
- Gunakan komunikasi sederhana
Tanyakan dengan kalimat pendek seperti “Sakit di sini?” sambil menunjuk bagian tubuh. Gunakan gambar ekspresi “marah”, “sakit”, atau “takut” untuk membantu anak menunjukkan perasaannya[9].
- Berikan alternatif
Orang tua dapat menawarkan cara aman menyalurkan emosi. Misalnya, dengan menepuk bantal, mendengarkan musik, ataupun menggengam mainan sensorik[10]; apapun itu asal tidak menyakiti anak. Dengan latihan, anak akan belajar bahwa ada cara lain untuk merasa lega.
- Libatkan profesional
Jika perilaku berlanjut, penting untuk berkonsultasi dengan terapis perilaku, psikolog anak, atau dokter spesialis tumbuh kembang. Pendampingan profesional membantu menemukan akar masalah dan membuat rencana intervensi yang sesuai.
Penutup
Perilaku menyakiti diri pada anak dengan Autisme bukan tanda “nakal” atau “tidak bisa diatur”, melainkan cara anak berkomunikasi ketika dunia terasa terlalu sulit atau membingungkan. Dengan memahami penyebabnya, melakukan pencegahan, dan menanganinya dengan empati, orang tua dapat membantu anak menemukan cara yang lebih aman dan sehat untuk menenangkan diri.
Daftar pustaka
[1] Hobbs, K. G. (2025, April 28). Autism, head banging, and other Self-Harming behavior. Autism Parenting Magazine. https://www.autismparentingmagazine.com/autism-self-harm/
[2] Ibid
[3] Ehmke, R. (2025, September 11). Help for Cutting and other Self-Injury. Child Mind Institute. https://childmind.org/article/what-drives-self-injury-and-how-to-treat-it/
[4] Nicole. (2025, September 17). Causes and Interventions for Self-Injury in Autism. Autism Research Institute. https://autism.org/causes-and-interventions-for-self-injury-in-autism/
[5] Why change is hard for children with autism. (2025, July 21). https://www.handscenter.com/why-change-is-hard-for-children-with-autism
[6] When children and teens Self-Harm. (n.d.). HealthyChildren.org. https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/emotional-problems/Pages/when-children-and-teens-self-harm.aspx
[7] Autism.org. (n.d.). https://www.autism.org.uk/advice-and-guidance/topics/behaviour/self-injurious-behaviour/all-audiences
[8] Ibid
[9] Nicole. (2025, September 17). Causes and Interventions for Self-Injury in Autism. Autism Research Institute. https://autism.org/causes-and-interventions-for-self-injury-in-autism/
[10] Gillette, H. (2024, April 1). What’s the relationship between autism and Self-Harm? Healthline. https://www.healthline.com/health/autism/autism-self-harm#showing-support