|

Mitos dan Fakta Seputar Autisme: Mematahkan Stigma

Masih banyak orang yang memiliki pemahaman yang kurang tepat mengenai Autisme. Beberapa beranggapan bahwa Autisme identik dengan anak yang bodoh, berperilaku aneh, atau bahkan kurang waras. Mitos-mitos ini menciptakan stigma negatif dalam masyarakat, yang pada gilirannya membuat orang tua malu membawa anak mereka ke tempat umum.

Bukan hanya itu, orang tua yang ingin melakukan diagnosis sering kali mengurungkan niatnya karena takut akan stigma negatif dari masyarakat. Orang tua berusaha menyembunyikan kondisi Autisme anak mereka. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas beberapa mitos yang masih beredar di masyarakat dan dampaknya terhadap proses diagnosis anak.

Mitos dan fakta soal Autisme

Ada beberapa mitos seputar Autisme yang selama ini masih cukup melekat di masyarakat.

Mitos 1: Autisme adalah penyakit yang bisa disembuhkan

Autisme bukanlah penyakit fisik, melainkan gangguan perkembangan yang mempengaruhi aspek komunikasi dan interaksi sosial. Biasanya, anak-anak dengan Autisme sehat secara fisik dan mampu bergerak serta beraktivitas dengan baik. Namun, mereka memiliki cara berpikir dan berinteraksi yang unik.

Mitos 2: Anak dengan Autisme tidak bisa berinteraksi sosial

Anak-anak dengan Autisme memiliki kemampuan sosial yang berbeda. Meskipun mereka mungkin tidak menunjukkan ketertarikan dengan cara yang sama seperti anak-anak lainnya, ini tidak berarti mereka tidak bisa berhubungan dengan orang lain. Pada sebagian anak dengan Autisme, seringkali lebih mudah diajak bicara terutama kalau cara pendekatan kita tepat. Mereka cenderung menyukai interaksi dengan kalimat yang sederhana, untuk topik yang mereka sukai, autentik, dan jujur.

Mitos 3: Autisme hanya terjadi pada anak laki-laki

Dalam sebuah penelitian, rasio antara anak laki-laki dan perempuan yang mengalami Autisme adalah tiga banding satu. Meskipun Autisme lebih umum terjadi pada anak laki-laki, anak perempuan juga dapat mengalami kondisi ini. Namun, anak perempuan sering kali lebih mampu menyembunyikan gejala atau karakteristik Autisme mereka. Karakteristik ini biasanya akan lebih terlihat saat mereka beranjak remaja, ketika lingkungan sosial menjadi lebih kompleks.

Mitos 4: Semua orang dengan Autisme memiliki kecerdasan di bawah rata-rata

Autisme memiliki spektrum yang luas. Sebagian memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, namun di sebagian lain ada memiliki kecerdasan yang tinggi. Bahkan ada kelompok yang menunjukkan bakat luar biasa di bidang tertentu, seperti seni, matematika, atau musik. Sebagian anak dengan Autisme memiliki keunikan dan bakatnya masing-masing, yang membuat mereka istimewa.

Mitos 5: Autisme disebabkan oleh vaksin

Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara vaksin dan Autisme. Penelitian yang menyatakan hal tersebut telah dibantah secara luas oleh komunitas medis. Vaksin adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi kesehatan anak-anak kita.

Mitos 6: Autisme disebabkan karena pengasuhan yang buruk

Autisme terjadi bukan karena pengasuhan orang tua yang buruk. Orang tua pun bahkan terkejut mendapati anaknya menyandang Autisme. Mitos tersebut sudah lama dipatahkan oleh ilmu pengetahuan.

Bagaimana Stigma Mempengaruhi Diagnosis

Mitos-mitos di atas menciptakan stigma negatif tentang Autisme, yang memberikan dampak signifikan bagi banyak orang tua. Bagi orang tua yang ingin melakukan diagnosis, stigma tersebut berpengaruh pada dua hal:

Denial terhadap kondisi anak

Ketika orang tua lebih takut terhadap stigma sosial yang mungkin mereka terima, mereka cenderung tidak mencari diagnosis untuk anak mereka. Mereka lebih memilih untuk memungkiri dan tidak menerima kondisi anak. Mereka bahkan menganggap anak mereka “normal”. Sikap ini dapat berdampak sangat besar bagi orang tua dan anak. Padahal, diagnosis dini dapat membantu anak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang. Tanpa diagnosis yang tepat, anak-anak tidak mendapatkan tata laksana (terapi) yang diperlukan, akses ke layanan pendidikan yang sesuai, dan dukungan untuk perkembangan yang lebih optimal.

Takut dicap sebagai orang tua yang buruk

Salah satu mitos yang masih banyak beredar di masyarakat, adalah, Autisme disebabkan oleh pengasuhan orang tua yang buruk. Pemikiran ini memberikan dampak psikologis yang berat bagi orang tua. Mereka tidak ingin dicap sebagai orang tua yang buruk. Idealnya semua orang tua ingin diterima dengan baik di tengah masyarakat, namun terjebak dalam stigma justru akan merugikan masa depan anak-anak mereka.

Kesimpulan

Mitos dan stigma seputar Autisme dapat menghalangi banyak individu dan keluarga untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menerima keunikan anak-anak dengan Autisme, mendukung serta berpartisipasi aktif untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak ini.

Sebagai bukti kepedulian, silakan bagikan informasi ini kepada teman-teman dan keluarga. Dengan menyebarkanluaskan pengetahuan yang baik dan benar tentang Autisme, diharapkan dapat membantu lebih banyak pihak untuk memahami kondisi ini.

Mari bergandeng tangan dalam menciptakan lingkungan yang ramah bagi individu dengan Autisme. Bersama ciptakan masyarakat yang lebih inklusif!

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *