• 0813-8074-1898
  • yayasanmpati@gmail.com
  • Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Support
3 Tips Memilih Diet yang Tepat untuk Anak Berkebutuhan Khusus

3 Tips Memilih Diet yang Tepat untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Memilih program diet bukanlah perkara mudah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas diet, khususnya terhadap anak berkebutuhan khusus.

Table of Contents

Tiga Hal yang Perlu Dipertimbangkan

Novi Arifiani, Dokter Keluarga & Praktisi Kedokteran Fungsional mengatakan bahwa untuk memilih diet untuk anak berkebutuhan khusus, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan:

  1. Kenali keunikan anak

Anak memiliki sikap atau pola makan yang berbeda. Ada yang suka diberikan teh, ada yang suka makanan manis, ada yang picky eater, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari bagaimana tubuhnya bekerja. Jadi, kita harus menyesuaikan diet dengan sikap dan pola makan anak.

  1. Kenali keunikan orang tua

Anak lahir dari gen orang tua. Jadi orang tua harus melihat kembali bagaimana tumbuh kembangnya waktu kecil. Kadang, pola dan gangguan yang sama terjadi pada beberapa anak, tapi manifestasinya berbeda: Anak pertama lebih berat, anak kedua baik-baik saja, tetapi punya gangguan yang sama. Kita bisa mengenali kelainan pola makan pada saat anak kandungan. Misalnya jika Ibu mengalami muntah-muntah, ada kemungkinan ada gangguan dalam produksi enzim, sehingga kita harus siap memberikan makanan yang mudah dicerna.

  1. Apakah anak alergi atau intoleran

Kalau anak alergi makanan, apapun bentuk makanan yang dimakan, pasti akan menimbulkan reaksi. Kalau intoleransi makanan, ada beberapa bentuk makanan tertentu yang bisa dicerna. Yang kita harus bedakan adalah apakah anak punya masalah dalam pengolahan makanan atau memang alergi. Oleh karena itu, orang tua harus mengamati dan memperluas variasi makanan.

Observasi dan mengatur pola makan anak jadi hal penting

Ini yang dilakukan Eko Purwanto ketika mengetahui anaknya adalah penyandang Autisme. Setelah mengetahui anaknya penyandang Autisme, Eko Purwanto membawa anaknya dibawa ke terapis. Salah satu terapis mengatakan bahwa anaknya harus minum susu kedelai. Kemudian, Eko menerapkan apa yang disarankan terapis, dengan sedikit demi sedikit menambah takaran susu kedelainya. Efeknya, hipernya berkurang.

Bagi Eko, diet itu bukan mengurangi makan. Ada beberapa prinsip diet yang dia katakan: sumber makanannya, penyajian makanannya, waktu makannya, dan jumlah makannya. Eko juga bercerita bahwa anaknya makan lima kali sehari, dengan detail sebagai berikut: tiga kali makan berat dan dua kali makan cemilan. Untuk makan berat, Eko menerapkan pola sebagai berikut:

  1. Untuk makan pagi, dia menyajikan makanan yang tinggi karbohidrat, namun protein dan seratnya sedang.
  2. Untuk makan siang, dia menyajikan makanan yang tinggi protein, namun karbohidrat dan seratnya sedang.
  3. Untuk makan malam, dia menyajikan makanan yang takaran seratnya tinggi.

Untuk memulai perjalanan diet, ada tiga yang harus kita pertimbangkan:

  1. Diri kita sendiri, apakah kita sanggup menjalankan diet sebagai gaya hidup.
  2. Mengajak keluarga untuk ikut serta. Keluarga sanggupkah untuk menjalankan diet.
  3. Dari anaknya sendiri, jika anak belum terbiasa diet, pasti akan komplain.

Sekolah punya peran

Kris Sri Rahayu bercerita bagaimana mekanisme sekolah dalam membantu diet anak berkebutuhan khusus. Dia menjelaskan bahwa sekolah memilih diet dengan bantuan terapis. Namun, yang bisa memutuskan pola dietnya seperti apa adalah orang tua. Tim dari sekolah tugasnya memberikan dukungan, bukan memaksa keputusan.

Kris juga menceritakan bahwa hampir ¾ siswa di sekolahnya menjalankan diet. Baginya, diet sangat berdampak, khususnya dalam mengurangi hiper.

Untuk anak-anak yang sedang melakukan diet, kita membantu mengamati tumbuh kembang anak. Karena dari hasil laporan pembelajaran, akan terlihat juga perkembangannya. Apapun perkembangannya, sekolah harus mengkomunikasikannya kepada terapis dan orang tua.

Dia menegaskan bahwa diet perlu kesepakatan dengan seluruh keluarga, karena kalau makanan anak berbeda, dia akan komplain.

Terakhir, Novi berpesan bahwa diet itu adalah proses belajar. Jangan langsung buru-buru menyalahkan makanan. Di sini perlunya guru dan orang tua. Ketika guru menghadapi stagnan dalam proses belajar, sampaikan kepada orang tua. Mungkin bukan karena dietnya atau makanannya. Bisa jadi ada alasan khusus dan itu harus dicari sama-sama.

0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *